Pada postingan saya kali ini terispirasi dari percakapan di facebook seseorang yang sedang ayik membicarakan tentang STARBUKS tentunya saya tak mau tinggal diam, kemudian saya cari dan menemukan artikel yang cukup menarik untuk dibahas yang pada garis besarnya adalah sang pemilik STARBUKS tidak hanya sekedar menawarkan kopinya saja dalam benrbisnis, namun beliau menawarkan suasana atmosfir yang cukup cocok untuk menyesuaikan dengan apa yang diminumannya yaitu kopi,
Penelitian
menunjukkan bahwa kebudayaan (culture) merupakan pengaruh yang
signifikan pada perilaku konsumsi dan kepemilikan barang. Terlebih pada
produk konsumen yang lebih sensitif terhadap pengaruh budaya di banding
produk industri. Salah satu dari sekian banyak produk konsumen
sehari-hari ialah makanan/minuman, yang tidak bisa dipisahkan dari
perilaku sehari-hari di suatu budaya. Starbucks merupakan satu di
antaranya yang patut menjadi sorotan.
Begitu banyak nama brand-brand besar Amerika yang menjadi top-mind
hampir di setiap benak orang di dunia. Ambil contoh Coca-cola,
McDonalds, Pizza Hut, Burger King, dengan budaya Amerika-nya yang cukup
kental. Jika diminta menyebutkan satu brand tentang kopi representasi
Amerika, apa yang ada di benak Anda?
Starbucks
tentu cepat terlintas di benak kita. Logo yang didominasi warna hijau
dan hitam itu tidak sulit ditemukan di kota-kota besar sebuah negara.
Saat ini jumlah outlet Starbucks mencapai 7590 outlet di Amerika
Serikat, dan 3275 di negara lain di seluruh dunia, dengan rata-rata
mendirikan 5 outlet setiap harinya. Sekedar informasi, 24% dari
pelanggannya rata-rata mengunjungi Starbucks 16 kali per bulan. Dan
rencana jangka panjangnya, Starbucks akan memiliki 15.000 outlet di AS,
dan 30.000 secara global. Menurut Barry Glassner, penulis buku The Culture of Fear,
Starbucks sudah menemukan cara menjangkau sisi demografis dari tiap
kultur di dunia. Jika begitu apa yang membuat Starbucks diterima
masyarakat global? Dan apakah benar bahwa Starbucks membawa subkultur
baru ke dunia?
Starbucks
bukan sekedar menjual kopi dengan kualitas tinggi namun juga menjual
atmosfernya. Atmosfer dimana orang nyaman untuk duduk-duduk, berkumpul
dengan kerabat, berbicang-bincang bisnis, dan berbagai aktivitas lain.
Hal lain yang unik dari kedai kopi ini adalah kehadiran barista terlatih
yang lincah dalam membuat dan menyajikan latte pesanan kita dan
nama-nama kreatif untuk setiap menunya. Manajemen Starbucks sangat
berempati terhadap pentingnya membuat senang pelanggan dan membuat
pelanggan sangat puas. Mottonya dengan “just say yes” kepada
setiap permintaan konsumen, dan menyajikan kualitas asli bahan-bahan
pembuat menunya dan tidak pernah memakai bahan artifisial. Dan hal
penting yang membuat perusahaan ini sukses ialah konsistensinya dalam
mempertahankan ‘feel’ positif pada pelanggan. Peran karyawan juga
sangat besar untuk menciptakan hubungan baik yang membuat pelanggan
merasa ‘welcome’ sehingga ingin kembali lagi dan membuat pelanggan
seluruh dunia rata-rata mengeluarkan US$ 5.
Dikaitkan
dengan budaya, Starbucks memang identik dengan Amerika dan gaya hidup
barat. Di Asia, seperti di Jepang, masyarakatnya lebih suka minum kopi
bersama makan pagi atau siang. Di China, mereka lebih suka meminum teh
yang memang merupakan budaya negara tersebut. Di Indonesia, budaya minum
kopi di masyarakat sebelumnya hanya semata dengan tujuan tertentu,
misalnya untuk menjaga agar tidak mengantuk saat menyupir, jaga malam di
kompleks, dsb. Starbucks melakukan pendekatan dengan menyuguhkan
kebutuhan masyarakat setempat seperti di Jepang, Starbucks memiliki
pemanggang roti di tiap outletnya, dan modifikasi lain untuk menciptakan
hubungan baik dengan pelanggan.
Berikutnya, Starbucks mengembangkan bisnisnya ke arah pop culture.
Misalnya dengan menjual CD musik, film, dan buku di beberapa outletnya.
Diharapkan konsumen bukan hanya melakukan kegiatan minum kopi di
Starbucks. Kembali ke ide penciptaan atmosfer Starbucks yang merupakan
salah satu peran besar kesuksesannya berlanjut dengan dihadirkannya
fasilitas Wi-Fi yang mengundang minat khalayak untung datang. Orang
tidak sekedar mengecek e-mail di laptop dan mendengarkan musik MP3. “People are using our stores in ways we never imagined,” kata Howard Schultz, salah satu chairman Starbucks.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah berkunjung :))