Ini adalah gabungan antara 2 artikel, cekidot !!
KALO CINTA, Jangan Pacaran..!
Sobat.. Allah telah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad lewat malaikat Jibril atas dasar CintaNya terhadap hambaNya. Dan atas dasar cinta pula, Nabi Muhammad dan para Sahabat rela disiksa oleh kaum kfir Quraisy Mekkah demi agar Agama ini (baca:Islam) sampai kepada kita umat akhir zaman.
Cinta adalah fitrah yang Allah berikan terhadap manusia, agar mereka saling peduli dan saling menyayangi satu sama lain. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ar-Rum:21:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya aialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Sungguh, cinta yang sebenarnya haruslah membawa rasa tentram dalam jiwa orang yang merasakannya-baik dalam keadaan senang maupun sedih- bukan justru menimbulkan keresahan, rasa benci dan dendam, seperti yang senantiasa dirasakan oleh para aktivis pacaran. Rasa gundah dan gelisah serta ketakutan pacarnya direbut orang. Singkatnya, cinta yang sebenarnya adalah segala cinta yang berlandaskan kecintaan terhadap Allah SWT. Cinta kepada Allah mampu membuat seorang hamba manjadi sangat soleh, santun, dan baik budi pekerti karna orang yang hatinya selalu lekat dengan namaNya, maka Allah akan menjadi matanya ketika dia melihat, Allah akan menjadi kakinya ketika dia melangkah, Allah akan menjadi tangannya ketika dia berbuat, Allah akan menjadi otaknya ketika dia berfikir. Dan sudah barang tentu, cinta kepada Allah juga harus disertai dengan cinta kita terhadap Rasul dan terhadap apa saja yang Allah cintai… jika Allah mencintai orang yang menjauhkan diri dari berbuat zina, maka berusahalah untuk menjauhkan diri dari berbuat zina… dan jika Allah mencintai hambaNya yang menjaga kehormatan dan memuliakan cintanya terhadap lawan jenis HANYA dengan menikah, maka menikahlah….
Next, bagaimana dengan orang yang mencintai lawan jenisnya lalu mengekspresikannya dengan pacaran??
Yang Pertama, jelas sedikitnya orang itu sudah membenci apa yang Allah cintai, yaitu HANYA mengekspresikan cinta terhadap lawan jenis dengan jalan pernikahan.
Yang Kedua, perhatikanlah kedua hadis di bawah ini:
“Barangsiapa memunculkan di dalam Agama kami ini sesuatu yang bukan berasal darinya, maka dia tertolak.”(Muttafaq’alaih dari Aisyah).
“Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka dia tertolak.”(HR. Muslim).
Kata”Raddun” (tertolak) dalam hadis di atas bermakna ditolak amalnya juga mendapatkan dosa…
Nah sekarang saya mo tanya, adakah 1 pun dalil atau hadis yang memerintahkan kita untuk pacaran?? Jawab dengan jujur!! Jelas Tidak ada. Maka mengapa masih ada saja yang melaksanakannya. Adapun orang menyama-nyamakan antara pacaran dengan ta’aruf menuju khitbah (lamaran), itu hanya bentuk penglegalisasian segolongn orang. Ta’aruf sangat beda jauh dengan pacaran. Ta’aruf memiliki adab-adab tertentu, seperti salah satunya Jangan Berkhalwat. Sedangkan dalam pacaran, justru aktivitas khalwat adalah hal yang wajib dan pasti dilakukan oleh para pelaku pacaran. Sekalipun raganya ga khalwat, tapi HP-nya bisa mewakili mereka berkhalwat dengan saling telpon atau sms untuk mengungkapkan perhatian. Bahkan surat pun bisa mewakili khalwat mereka.
Yang Ketiga, dalam pacaran, atas nama cinta, mereka melakukan hal-hal yang dilarang Allah, bahkan ga jarang atas nama cinta juga mereka melakukan hubungan seks… Naudzubillah, sesungguhnya pacaran hanya akan mengotori kemuliaan dan kesucian cinta itu sendiri. So, kalo cinta, Jangan Pacaran…
Dan terakhir, yang Keempat, karna pacaran adalah pintu gerbang sekaligus jalan bebas hambatan melakukan berbagai bentuk perzinaan, maka Pacaran hukumnya HARAM, berdasarkan Kaidah Ushul Fikih,”Al wasilatu alal haromi, muharromatun.”, artinya, sarana yang mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya Haram. Wallahu alam bi ash-shawab.
Sobat.. Allah telah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad lewat malaikat Jibril atas dasar CintaNya terhadap hambaNya. Dan atas dasar cinta pula, Nabi Muhammad dan para Sahabat rela disiksa oleh kaum kfir Quraisy Mekkah demi agar Agama ini (baca:Islam) sampai kepada kita umat akhir zaman.
Cinta adalah fitrah yang Allah berikan terhadap manusia, agar mereka saling peduli dan saling menyayangi satu sama lain. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ar-Rum:21:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya aialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Sungguh, cinta yang sebenarnya haruslah membawa rasa tentram dalam jiwa orang yang merasakannya-baik dalam keadaan senang maupun sedih- bukan justru menimbulkan keresahan, rasa benci dan dendam, seperti yang senantiasa dirasakan oleh para aktivis pacaran. Rasa gundah dan gelisah serta ketakutan pacarnya direbut orang. Singkatnya, cinta yang sebenarnya adalah segala cinta yang berlandaskan kecintaan terhadap Allah SWT. Cinta kepada Allah mampu membuat seorang hamba manjadi sangat soleh, santun, dan baik budi pekerti karna orang yang hatinya selalu lekat dengan namaNya, maka Allah akan menjadi matanya ketika dia melihat, Allah akan menjadi kakinya ketika dia melangkah, Allah akan menjadi tangannya ketika dia berbuat, Allah akan menjadi otaknya ketika dia berfikir. Dan sudah barang tentu, cinta kepada Allah juga harus disertai dengan cinta kita terhadap Rasul dan terhadap apa saja yang Allah cintai… jika Allah mencintai orang yang menjauhkan diri dari berbuat zina, maka berusahalah untuk menjauhkan diri dari berbuat zina… dan jika Allah mencintai hambaNya yang menjaga kehormatan dan memuliakan cintanya terhadap lawan jenis HANYA dengan menikah, maka menikahlah….
Next, bagaimana dengan orang yang mencintai lawan jenisnya lalu mengekspresikannya dengan pacaran??
Yang Pertama, jelas sedikitnya orang itu sudah membenci apa yang Allah cintai, yaitu HANYA mengekspresikan cinta terhadap lawan jenis dengan jalan pernikahan.
Yang Kedua, perhatikanlah kedua hadis di bawah ini:
“Barangsiapa memunculkan di dalam Agama kami ini sesuatu yang bukan berasal darinya, maka dia tertolak.”(Muttafaq’alaih dari Aisyah).
“Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka dia tertolak.”(HR. Muslim).
Kata”Raddun” (tertolak) dalam hadis di atas bermakna ditolak amalnya juga mendapatkan dosa…
Nah sekarang saya mo tanya, adakah 1 pun dalil atau hadis yang memerintahkan kita untuk pacaran?? Jawab dengan jujur!! Jelas Tidak ada. Maka mengapa masih ada saja yang melaksanakannya. Adapun orang menyama-nyamakan antara pacaran dengan ta’aruf menuju khitbah (lamaran), itu hanya bentuk penglegalisasian segolongn orang. Ta’aruf sangat beda jauh dengan pacaran. Ta’aruf memiliki adab-adab tertentu, seperti salah satunya Jangan Berkhalwat. Sedangkan dalam pacaran, justru aktivitas khalwat adalah hal yang wajib dan pasti dilakukan oleh para pelaku pacaran. Sekalipun raganya ga khalwat, tapi HP-nya bisa mewakili mereka berkhalwat dengan saling telpon atau sms untuk mengungkapkan perhatian. Bahkan surat pun bisa mewakili khalwat mereka.
Yang Ketiga, dalam pacaran, atas nama cinta, mereka melakukan hal-hal yang dilarang Allah, bahkan ga jarang atas nama cinta juga mereka melakukan hubungan seks… Naudzubillah, sesungguhnya pacaran hanya akan mengotori kemuliaan dan kesucian cinta itu sendiri. So, kalo cinta, Jangan Pacaran…
Dan terakhir, yang Keempat, karna pacaran adalah pintu gerbang sekaligus jalan bebas hambatan melakukan berbagai bentuk perzinaan, maka Pacaran hukumnya HARAM, berdasarkan Kaidah Ushul Fikih,”Al wasilatu alal haromi, muharromatun.”, artinya, sarana yang mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya Haram. Wallahu alam bi ash-shawab.
Ketika pacaran sudah menjadi budaya yang
menggurita, maka mengatakan 'tidak' untuk pacaran adalah perjuangan yang
sungguh berat. Karenanya banyak yang kemudian berpikir untuk 'menerima'
pacaran, dengan logika dan dalil-dalil yang bisa memuaskan sebagian
orang. Tidak heran jika kemudian muncul 'pembolehan' pacaran dengan atas
nama 'psikologi', 'hak asasi', 'cinta adalah fitrah', bahkan terkadang
atas nama ' Islam' . Nah ! Khusus yang terakhir ini, yang membawa-bawa
nama Islam, kita perlu bahas lebih lanjut.
Islam membolehkan pacaran ? Akan sangat mudah bagi mereka yang mau dan tidak malu. Tinggal pilih-pilih dalil yang melegakan tentang nilai-nilai cinta secara universal, jadilah pacaran itu boleh. Saya pernah satu forum dengan 'ustadz' -yang kebetulan memakai blangkon- , ketika ditanyakan padanya tentang hukum pacaran. Maka segera saja meluncur dalil-dalil cinta universal dalam Islam, yaitu ukhuwah islamiyah. Dengan bahasa arab yang fasih, mulailah beliau menyitir dalil sabda Rasulullah SAW :
Tidak beriman seorang dari kamu, hingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (HR Bukhori & Muslim).
Nah, jadilah cinta kepada saudara se-islam menjadi dalil pendukung pacaran.
Bagitu pula saat mendengat ayat, Allah SWT berfirman :
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al-Hujurot 13).
Beberapa dengan percaya diri menyatakan bahwa pacaran , tidak lain dan tidak bukan adalah upaya saling mengenal antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana disebutkan dengan jelas pada ayat di atas. Maka jadilah mereka bersemangat dalam pacaran, sebagai sebuah usaha mengimplementasikan ajaran Al-Quran untuk saling mengenal antara laki-laki dan perempuan. Alaaah..alaah !
Sebenarnya banyak hadits lain tentang nilai cinta ukhuwah yang universal yang sering disempitkan menjadi cinta antara dua sejoli. Bahkan lebih dikerucutkan kepada aktifitas-aktifitas khusus pacaran. Misalnya saja, tentang 'menembak' sang incaran dengan kata 'aku suka kamu' atau 'aku cinta kamu'. Aktifitas ini kadang dihubung-hubungkan dengan sebuah hadits :
Dari Anas bin Malik ra, bahwasanya ada seorang bersama dengan Nabi SAW, kemudian lewatlah seorang laki-laki lain. Laki-laki (yang bersama Nabi) itu mengatakan : Ya Rasulullah, Sungguh aku mencintai laki-laki itu . Maka Rasulullah SAW menjawab padanya : " Apakah engkau sudah beritahukan (rasa cintamu) kepada dia ?. Dia menjawab : Belum. Lalu Rasulullah SAW mengatakan : (jika begitu) Beritahukan pada dia. Maka kemudian ia menyusul laki-laki tersebut dan mengatakan " Inni uhibbuka fillah" (aku mencintaimu karena Allah), maka laki-laki tersebut menjawab : Semoga Allah yang engkau mencintaiku karena-Nya, juga mencintaimu ! " (HR Abu Dawud dengan isnad shahih)
Nah, berlandaskan hadits di atas, ada yang melegalkan aktifitas 'menembak' lawan jenisnya untuk melamar jadi pacar dengan ungkapan : Aku cinta kamu, sebagaimana di isyaratkan dalam hadits tersebut. Lagi-lagi kasusnya sama, makna 'cinta' yang begitu luas dalam ukhuwah Islam kembali disempitkan atas nama cinta dua sejoli. Bahkan agar terkesan lebih islami dan menggetarkan, ada juga yang tanpa tedeng aling-aling menyatakan :
" Aku mencintaimu karena Allah ! ".
Tidak lupa dihiasi dengan tatapan mata yang sayu penuh harap. Itu sebuah statemen yang harus dipertanggungjawabkan kelak. Bagaimana mungkin mencintai seseorang karena Allah, tapi pada saat yang sama melecehkan aturan-aturan Islam dalam masalah pergaulan lawan jenis. Astaghfirullah.
Misal yang lain, ada yang membolehkan 'aktifitas pacaran' berupa apel malam minggu, jalan-jalan dan makan-makan, asal ada yang nemeni. Ada satpam atau pihak ketiga yang bertugas melakukan pengawasan. Bisa jadi sang adik, kakak, tetangga, atau bahkan ortu sendiri yang ikut nemeni sang gadis saat si doi apel ke rumahnya. Dengan kata lain, selama aktifitas tidak berduaan maka pacaran menjadi sah dalam pandangan mereka. Hadits yang dipaksa untuk digunakan dalam hal ini :
Dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyendiri ( berduaan) bersama seorang wanita tanpa ditemani mahromnya, karena yang ketiganya adalah setan" (HR Ahmad)
Dari hadits di atas, diambillah sebuah kesimpulan yang sederhana : boleh pacaran asal ditemeni. Jadi jika sang pacar datang ke rumah, para orang tua ikut menemani ngobrol. Atau bisa juga mengawasi dari jarak jauh, jika sang pacar mulai senyum-senyum merapat, akan ada suara batuk-batuk dari kejauhan. Wah ..wah..
Lebih parah lagi kalau ada yang menyatakan ; yang penting orang tua setuju dan ridho anaknya pacaran ? Bukankah dalam hadits disebutkan : Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda : keridhoan Rabb (Allah) ada dalam keridhoan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan kedua orangtua (HR Thobroni, Baihaqi dalam Sya'bul Iman, Albani menshahihkannya)
Nah, jika para orang tua saja sudah rela anaknya di pacari, bahkan banyak juga yang bangga jika anaknya sudah ada yang ngapeli, lalu apa urusannya melarang-larang orang pacaran ? .
Hari ini banyak kita lihat, betapa banyak orang tua yang khawatir saat anak gadisnya tak kunjung punya pacar. Lalu mereka menggunakan beragam cara agar tampilan si gadis lebih cantik dan menarik. Jika si gadis kebetulan berjilbab, maka terkadang di paksa untuk melepas jilbabnya. Naudzubillah.
Islam membolehkan pacaran ? Akan sangat mudah bagi mereka yang mau dan tidak malu. Tinggal pilih-pilih dalil yang melegakan tentang nilai-nilai cinta secara universal, jadilah pacaran itu boleh. Saya pernah satu forum dengan 'ustadz' -yang kebetulan memakai blangkon- , ketika ditanyakan padanya tentang hukum pacaran. Maka segera saja meluncur dalil-dalil cinta universal dalam Islam, yaitu ukhuwah islamiyah. Dengan bahasa arab yang fasih, mulailah beliau menyitir dalil sabda Rasulullah SAW :
Tidak beriman seorang dari kamu, hingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (HR Bukhori & Muslim).
Nah, jadilah cinta kepada saudara se-islam menjadi dalil pendukung pacaran.
Bagitu pula saat mendengat ayat, Allah SWT berfirman :
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al-Hujurot 13).
Beberapa dengan percaya diri menyatakan bahwa pacaran , tidak lain dan tidak bukan adalah upaya saling mengenal antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana disebutkan dengan jelas pada ayat di atas. Maka jadilah mereka bersemangat dalam pacaran, sebagai sebuah usaha mengimplementasikan ajaran Al-Quran untuk saling mengenal antara laki-laki dan perempuan. Alaaah..alaah !
Sebenarnya banyak hadits lain tentang nilai cinta ukhuwah yang universal yang sering disempitkan menjadi cinta antara dua sejoli. Bahkan lebih dikerucutkan kepada aktifitas-aktifitas khusus pacaran. Misalnya saja, tentang 'menembak' sang incaran dengan kata 'aku suka kamu' atau 'aku cinta kamu'. Aktifitas ini kadang dihubung-hubungkan dengan sebuah hadits :
Dari Anas bin Malik ra, bahwasanya ada seorang bersama dengan Nabi SAW, kemudian lewatlah seorang laki-laki lain. Laki-laki (yang bersama Nabi) itu mengatakan : Ya Rasulullah, Sungguh aku mencintai laki-laki itu . Maka Rasulullah SAW menjawab padanya : " Apakah engkau sudah beritahukan (rasa cintamu) kepada dia ?. Dia menjawab : Belum. Lalu Rasulullah SAW mengatakan : (jika begitu) Beritahukan pada dia. Maka kemudian ia menyusul laki-laki tersebut dan mengatakan " Inni uhibbuka fillah" (aku mencintaimu karena Allah), maka laki-laki tersebut menjawab : Semoga Allah yang engkau mencintaiku karena-Nya, juga mencintaimu ! " (HR Abu Dawud dengan isnad shahih)
Nah, berlandaskan hadits di atas, ada yang melegalkan aktifitas 'menembak' lawan jenisnya untuk melamar jadi pacar dengan ungkapan : Aku cinta kamu, sebagaimana di isyaratkan dalam hadits tersebut. Lagi-lagi kasusnya sama, makna 'cinta' yang begitu luas dalam ukhuwah Islam kembali disempitkan atas nama cinta dua sejoli. Bahkan agar terkesan lebih islami dan menggetarkan, ada juga yang tanpa tedeng aling-aling menyatakan :
" Aku mencintaimu karena Allah ! ".
Tidak lupa dihiasi dengan tatapan mata yang sayu penuh harap. Itu sebuah statemen yang harus dipertanggungjawabkan kelak. Bagaimana mungkin mencintai seseorang karena Allah, tapi pada saat yang sama melecehkan aturan-aturan Islam dalam masalah pergaulan lawan jenis. Astaghfirullah.
Misal yang lain, ada yang membolehkan 'aktifitas pacaran' berupa apel malam minggu, jalan-jalan dan makan-makan, asal ada yang nemeni. Ada satpam atau pihak ketiga yang bertugas melakukan pengawasan. Bisa jadi sang adik, kakak, tetangga, atau bahkan ortu sendiri yang ikut nemeni sang gadis saat si doi apel ke rumahnya. Dengan kata lain, selama aktifitas tidak berduaan maka pacaran menjadi sah dalam pandangan mereka. Hadits yang dipaksa untuk digunakan dalam hal ini :
Dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyendiri ( berduaan) bersama seorang wanita tanpa ditemani mahromnya, karena yang ketiganya adalah setan" (HR Ahmad)
Dari hadits di atas, diambillah sebuah kesimpulan yang sederhana : boleh pacaran asal ditemeni. Jadi jika sang pacar datang ke rumah, para orang tua ikut menemani ngobrol. Atau bisa juga mengawasi dari jarak jauh, jika sang pacar mulai senyum-senyum merapat, akan ada suara batuk-batuk dari kejauhan. Wah ..wah..
Lebih parah lagi kalau ada yang menyatakan ; yang penting orang tua setuju dan ridho anaknya pacaran ? Bukankah dalam hadits disebutkan : Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda : keridhoan Rabb (Allah) ada dalam keridhoan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan kedua orangtua (HR Thobroni, Baihaqi dalam Sya'bul Iman, Albani menshahihkannya)
Nah, jika para orang tua saja sudah rela anaknya di pacari, bahkan banyak juga yang bangga jika anaknya sudah ada yang ngapeli, lalu apa urusannya melarang-larang orang pacaran ? .
Hari ini banyak kita lihat, betapa banyak orang tua yang khawatir saat anak gadisnya tak kunjung punya pacar. Lalu mereka menggunakan beragam cara agar tampilan si gadis lebih cantik dan menarik. Jika si gadis kebetulan berjilbab, maka terkadang di paksa untuk melepas jilbabnya. Naudzubillah.