“ kubuka album biru, penuh debu dan usang, kupandangi semuagambar diri, putih kecilbelum ternoda. Pikirkupun melayang dahulu penuh kasih.. kata mereka diriku selalu disayang, kata mereka diriku selalu ditimang....... “
* teringat satu simpon indah di masa kanak-kananku.
Pemuda, itu nama sekarang teralun samar dan kadang jelas dari orang-orang yang terlontar padaku. Lamak kelamaan pundak-pundak ini terasa bertambah berat. Tapi tak ada beban nyata yang aku saksikan dalam cermin di setiap harinya, hanya pundak datar layaknyausiaku masih kecil dulu, saat aku masih lincah menerjang jalanan tanpa mengenal rasa salah dan bersalah. Yahh.. saat di sore hari yang aku habiskan waktu dalam taman kecil, asri dan menawan, diseberang sungai. Taman dirgantara namanya.tidak banyak aktivitas yang aku lakukan disana, meski dengan orang lain atau pun dalam kesendirianku, satu wahana yang tidak pernah terlepas dari sapaan manisku kala itu ”ayunan” .
**
Senja kemarin membawaku pada momentum menegangkan masa lalu, untuk aku pelajari dan aku tangisi. Yah, karena satu semangat telah pudar, satu keoptimisan telah aku asahkan pada batu tumpul dan kini aku saksikan telah terkikis... dan habis ..
Lantunan laguku kembali ku ulangi. Sekejab semuanya mengalir begitu terang, jelas dan pasti. Tepat, nuansa hatiku kembali menerawang di sana. Menikmati lekat semuanya. Suara halus aku dekati perlahan “aku ingin jadi presiden”,”ya kalaupun Ummi dan Abi ku tidak mengijinkanku aku aka jadi Menteri sajalah”, yang penting aku bisa ke gedung ini” sambil terpegang kuat paket indah yang didapatkan dari seorang paman ketika libu lebaran tahun kemarin. Istana Kepresidenan , dan satu istana yang berupa gedung MPR RI.
Tanyaku semakin bertambah, apa yang menyebabkan anak kecil itu begitu berharap dan berkeinginan kuat masuk ke dalam gedung dan istana itu ? Aku tanya kan kepadanya, “Adik, kenapa pingin masuk ke sana ?”, jawab lancar sang anak kecil tadi “yahaaah,,kakak ini pura-pura tidak tahu atau memang tidak tahu kak ?” di sana tu tempatnya orang membuat peraturan, ada banyak keputusan yang bisa mereka buat kak. Kalau saya di kelas, saya sering menyampaikan pendapat kak di kelas, dan karena saya hanya menjadi siswa biasa saya tidak punya suara yang berarti. Tidak punya otoritas sama sekali kak, padahal ide yang saya berikan juga tidak jelek-jelek amat, saya yakin ketika apa yang saya harapkan itu tadi di jalankan di kelas maka akan tercapai kemajuan kelas. Tapi saya tidak didengar kak”, jawab lugu anak itu.
“bagaimana denganku ?”, pikirku mulai mencari kesadaran. Gadis kecil segini sudah bercita-cita seperti itu ? Alangkah malunya aku, di mamakah aku usia segitu dulu ? dan sekarang aku tambah malu saat aku lebih sering duduk termangu, mengutuki keadaan, mencerca tindakan rekan dan membiarkan suara-suara manis dan halusku untuk kemajuan tertelan udara dan terluluh lantahkan.
Dan energi yang baru ternyata menembus dengan cecap manis dalam hati, kaget dan bangganya aku saat ku temukan teguran anak kecil itu... “KAKAK AKU ADALAH KAMU YANG DULU”. Lanjutkan mimpi-mimpimu yang dulu kak, mimpi-mimpi untuk menjadi bagian arsitek peradaban, kini bukanlah Ummi dan Abimu telah mengijinkanmu untuk kesana ? janganlah berhenti, lanjutkanlah perjalanmu dengan berlari. Berlarilah dan kejarlah semuanya. Tidak ada kata terlambat. Pundakmu akan semakin terkokohkan, sumbangan peluhmu hari ini meski tidak bisa engkau nikmatihari ini, itu kan menjadi pemanis buat generasi penerusmu...”
Itu adalah mimpiku. “Dari ayunan, sampai ke pemerintahan”
Kembalikan pada konsep awal pemberangkatan, bukan kekuasaan yang menjaid tujuan namun isalam, dakwah dan keridhoan Allahlah yang terus dan aku harus kejar.
KADER-KADER MILITAN.
KADER-KADER PERJUANGAN.
KADER-KADER MUSLIM NEGARAWAN
“Kenaglah kembali dan buka lagi album mimpi-mimpimu yang dulu, album mimpimu saat engkau masih dalam kepolosan untuk mengadakan perubahan. Kendalikan perubahan. Berhimpunlah menjadi arsitek perubahan”
Dari KAMMI untuk NEGERI
Dari titik satu melewati batas pergolakan dan upaya membawa makna, “Kampus Revolusioner”
Oleh : Ern Hidayatullah Ulya/STKS Bandung Komsat ITB
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah berkunjung :))